Bangkep, Banggaitoday.com – Sidang Paripurna tentang Raperda Pertanggung-jawaban Pelaksana APBD Kabupaten Bangai Kepulauan, Rabu (9/7/2025) yang di hadiri Bupati Bangkep Rusli Moidady di warnai kritikan tajam oleh Panitia Khusus (Pansus).
Dalam laporan Pansus yang di bacakan oleh Erik Lauw, salah satu yang dikritisi adalah Penyajian Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD. Pansus menilai pertanggung jawaban, bukan hanya sekedar kewajiban administratif.
Akan tetapi juga merupakan instrument penting untuk mewujudkan Pemerintah Daerah yang transparan, akuntabel dan efektif dalam pengelolaan Keuangan Daerah untuk kepentingan Masyarakat.
Dari Hasil Penelitian dan Pembahasan atas Raperda Pertanggungjawaban Pelaksana Pansus DPRD Bangkep, menelorkan merekomendasikan pada Pemerintah Daerah sebagai berikut.
Perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola pendapatan daerah, baik yang bersumber dari transfer pusat maupun pendapatan asli daerah (PAD). Ketidak capaian target pendapatan sebesar Rp40,17 miliar mencerminkan lemahnya akurasi perencanaan serta belum optimalnya kinerja pemungutan oleh OPD terkait.
Kemudian asumsi pendapatan dalam APBD harus disusun lebih realistis berbasis tren dan data historis, khususnya untuk dana transfer yang bersifat syarat salur. Badan Pendapatan Daerah dan OPD pemungut PAD perlu mempercepat digitalisasi sistem penagihan serta memperluas basis objek pajak dan retribusi.
BPKAD wajib memastikan seluruh dokumen pendukung penyaluran DAK dan DBH disiapkan tepat waktu dan kepada Inspektorat perlu secara serius melakukan audit triwulanan atas capaian pendapatan untuk mendorong koreksi cepat.
Pansus juga menyoroti tentang pengelolaan SiLPA tahun 2024 dan dampaknya terhadap Perencanaan Anggran dan Pendapatan tahun selanjutnya, yakni Asumsi pendapatan dan belanja dalam APBD dapat lebih realistis, berbasis capaian tahun sebelumnya, agar tidak memunculkan SiLPA yang besar akibat target pendapatan yang terlalu tinggi.
Pengelolaan SiLPA penting memperhatikan klasifikasi secara jelas dengan mempedomani pengelolaan yang ideal 3–5% dari total APBD.
Kondisi itulah yang kemudian Pansus mendesak penggunaan SiLPA lebih diarahkan untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban pemerintah daerah tahun sebelumnya secara efisien, efektif, transparan dan akuntabel.
Total Piutang Daerah Tahun 2024 sebesar Rp16.320.785.578,00 sedangkan Total Penyisihan piutang daerah sebesar Rp 6.760.563.155,00 Artinya, dari total piutang Rp16,32 miliar, pemerintah daerah telah mengakui potensi kerugian atau kegagalan penagihan sebesar kurang lebih 41,43%. Bahwa untuk efektifitas dan kepastian hukum dan status piutang daerah, pansus merekomendasikan kepada pemerintah daerah:
Perbaharui dan klasifikasikan seluruh piutang daerah, dengan membedakan antara piutang yang masih dapat ditagih dan yang telah macet lebih dari 3 tahun serta tindak lanjuti secara aktif piutang dari pihak ketiga dan retribusi BLUD melalui mekanisme penagihan terjadwal.
Mendorong Inspektorat dan BPKAD menyusun daftar piutang prioritas yang realistis untuk ditagih pada 2025, serta mengevaluasi kembali rasio penyisihan piutang tak tertagih yang telah melebihi 40% agar sesuai prinsip akuntansi dan regulasi.
Jika perlu laksanakan penghapusan piutang macet secara selektif dan akuntabel, berdasarkan kriteria yang sahih (lebih dari 3 tahun, tidak ada dasar hukum tagih, atau hasil audit menyatakan tidak dapat dipulihkan), dengan persetujuan DPRD sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006.
Terdapat serapan anggaran OPD yang sangat rendah, antara lain Dinas Pekerjaan Umum (26,67%) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (17,78%)
Salah satu alasan yang sering disampaikan adalah asumsi kurang salur DAK, Namun, berdasarkan pengalaman dan praktik pengelolaan APBD secara umum, faktor seperti belum terpenuhinya dokumen prasyarat yang semestinya disiapkan, keterlambatan dalam proses pengadaan barang dan jasa dan perencanaan yang tidak matang.
Dengan demikian, maka Panitia Khusus DPRD merekomendasikan : 1.Evaluasi perencanaan kesiapan program sejak awal tahun, termasuk dokumen teknis dan syarat penyaluran dana transfer.
2.Fokuskan pengawasan dan realokasi pada kegiatan yang tidak siap, serta perkuat SDM pelaksana di OPD strategis.
5.Laporan Operasional menunjukkan bahwa perbandingan rasio beban rasio pendapatan di atas 100 %, Beban pegawai dan barang/jasa lebih dari 71% dari pendapatan, terdapat kekurangan anggaran sebesar kurang lebih 6% dari total pendapatan operasional daerah yang masih tertutupi oleh SiLPA dan Pos nonoperasional negatif.
